I Dewa Agung Sakti dan I dewa Agung Panji adalah keturunan I Dewa Agung Jambe [generasi VI dinasti Gelgel Sri Kresna Kepakisan), yang merupakan Raja Klungkung ke-I. Kerajaan Klungkung adalah penerus dari Kerajaaan Gelgel yang berdiri setelah Sagung Maruti dapat dikalahkan. Sagung Maruti adalah seorang petinggi kerajaan Gelgel, yang mengkudeta rajanya sendiri, lalu menyatakan dirinya sebagai Raja Gelgel. Ia sempat menikmatinya kekuasaannya sebagai Raja Gelgel dalam beberapa tahun. Namun akhirnya Maruti dapat dikalahkan oleh pasukan koalisi, maka berdirilah Kerajaan Klungkung.

 

Ketika I Dewa Agung Sakti tampil sebagai Raja Klungkung ke-4 (Tjokorde Raka Putra, 2015: 230), kakaknya, I Dewa Agung Panji masih berstatus sebagai anak angkat Ide Dewata Istri Pacung dari Mengwi dan tinggal di Puri Den Pasar Klungkung. Dalam perjalanan waktu, ia tampil sebagai Raja Klungkung ke-5 menggantikan I Dewa Agung Sakti, yang dalam perjalanan waktu jadi kurang waras, sehingga tidak mampu menjalankan roda pemerintahan dengan baik. Karena itu tata pelaksanaan kerajaan jatuh ke tangan I Dewa Agung Panji.

 

Mengingat Puri Agung Klungkung tidak terpelihara dengan baik dan masih ditempati oleh I Dewa Agung Sakti, maka I Dewa Agung Panji memilih bertahta di Puri Den Pasar Klungkung. Namun dalam perjalanan waktu putranya I Dewa Agung Sakti bernama I Dewa Agung Putra I (generasi X) yang telah meningkat usia dewasa, berniat mengambil alih kekuasaan dari ayahnya.

 

Semasih kanak-kanak, usia 6 tahun I Dewa Agung Putra I tinggal bersama ibunya di Puri Karangasem [Tjokorde Raka Putra, 2015: 232]. Setelah dewasa, usia 19 tahun, di tempat ini pula ia merancang rencana mengambil hak atas Kerajaan Klungkung yang dipegang oleh pamannya, I Dewa Agung Panji. I Dewa Agung Putra I, lalu mengadakan pertemuan dengan para putra Raja Karangasem dan beberapa pemuka rakyat setempat. Mereka lalu sepakat untuk merebut kekuasaan dari Dewa Agung Panji.

 

Setelah melalui beberapa kali serangan, akhirnya laskar Klungkung dapat dikalahkan. I Dewa Agung Panji bersama keluarga dan abdi kepercayaannya menyingkir ke arah barat menetap di Desa Tulikup, daerah yang berada di bawah kekuasaan Raja Gianyar. I Dewa Agung Putra I lalu tampil menjadi Raja Klungkung ke-6. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1785.

 

Sementara di Desa Tulikup, I Dewa Agung Panji didampingi oleh anak-anaknya. Dia memiliki enam orang anak laki-laki dan dua anak perempuan. Keenam anak laki-lakinya itu antara lain Dewa Agung Putu, Tjokorde Mayun Giri, Tjokorde Gde Tangkeban, Tjokorde Gde Rai, Tjokorde Gde Oka, sedangkan anak gadisnya bernama Dewa Agung Istri Muter yang kemudian dinikahi oleh Raja Gianyar, I Dewa Manggis Dimadia, sedangkan anak gadisnya yang satu lagi, Tjokorde Istri, tetap tinggal bersama di Tulikup sampai kemudian menikah ke Puri Akah. Salah seorang anak laki-lakinya, Tjokorda Gde Oka tidak bisa ikut serta mengungsi ke Tulikup karena dia masih tinggal di Gelgel (Tjokorda Raka Putra, 2015: 235).

 

        Sementara dalam Babad Puri Kauhan Ubud tegas-tegas disebutkan bahwa Tjokorde Gde Oka [Gelgel] tidak bisa mengikuti ayahnya mengungsi ke Tulikup, karena sudah menjadi anak angkat Ida Maharaja yang mangkat di Tirta, Puri Gelgel seperti sudah disebutkan di atas dan sudah tinggal di Mengwi