Dalam perjalanan ke Mengwi, Tjokorda Gde Oka Gelgel diiringi oleh sepuluh kepala keluarga yang berasal dari klan Pasek. Kedatangannya disambut gembira oleh Raja Mengwi. Ia diberikan tanah untuk membangun tempat tinggal yang berlokasi di timur laut Puri Agung Mengwi, di sebelah barat Gria Kamasan, hanya berbatasan dengan jalan kecil, rurung. Sedangkan para abdinya ditempatkan di Desa Sayan dan Blahkiuh.

 

Setelah cukup lama tinggal di Mengwi, Tjokorda Gde Oka Gelgel berkeluarga dan memiliki empat orang anak seperti terungkap dalam babad Kauhan Ubud sebagai berikut,

 

“Kasuwen Ide Tjokorda Gde Oka Gelgel maputra patpat, istri Anak Agung Ayu Rai, datu maibu satria saking 

desa Kapal sentana warih Pangeran Kapal. Lanang Tjokorda Gde Rai, Tjokorda Gde Oka, istri Anak Agung 

Ayu Ngurah, taler datu mabiyang sentanan Pungakan ring desa Kediri Tabanan.”

 

 

Fakta tersebut di atas menegaskan, Tjokorda Gde Oka Gelgel ke Mengwi terjadi ketika ia masih usia muda, belum siap menikah [berusia antara 15-16 tahun] sehingga selayaknya peristiwa itu dicari pada tahun 1760-an ketika Agung Munggu [Tjokorda Munggu] alias I Gusti Putu Agung yang sedang menata dan memperluas wilayah kekuasaannya, sehingga sangat membutuhkan bantuan keamanan dari Raja Klungkung yang saat itu berada di bawah pemerintahan I Dewa Agung Sakti.

 

Angka tahun hampir mendekati kenyataan, karena sebelum menjadi raja hebat di tahun 1770-an seperti telah disebut di atas, di tahun 1760an ia mendapatkan banyak tantangan. Saat itu dinasti Mengwi mengalami tantangan yang serius. Tahun 1763 laskar Mengwi yang dibantu oleh kelompok terbatas Jembrana dan Kaba Kaba terlibat dalam perang melawan VOC di Blambangan, yang menjadikannya kehilangan kekuasaan di daerah ini pada tahun 1771 (Nordholt, 2006: 118-119).

 

Tjokorda Gde Oka Gelgel memiliki dua orang istri. Satunya seorang putri dari Pangeran Kapal dan yang lainnya, putri Pangeran Kediri. Istrinya yang dari Kapal melahirkan seorang anak perempuan, Anak Agung Ayu Rai, sehingga sejarah keluarganya tidak tercatat lagi dalam silsilah Puri Kauhan Ubud. Sedangkan istrinya yang dari Kediri memberikan dua orang anak laki-laki, Tjokorda Gde Rai dan Tjokorda Gde Oka, serta seorang anak perempuan Anak Agung Ayu Ngurah. Dari dua anak laki-laki tersebut, Puri Kauhan Ubud menarik garis leluhurnya dari Tjokorda Gde Rai.

 

 

“Ide Tjokorda Gde Rai maputra ketiga lanang, Tjokorda Oka Dogdeg, Tjokorda Ketut Rai, mabiyang saking Jero Ngurah

 Mengwi sentanan Arya Belog ring Kaba-Kaba,  Anak Agung Ketut Gelgel mabiyang Jero Dauh saking Dauh Peken.”

 

 

 Jelasnya, Tjokorda Gde Rai memiliki dua orang istri, yakni putri dari keturunan Arya Belog dan seorang wanita dari kalangan umum, yang diberikan julukan Jero Dauh. Dari istrinya yang pertama dia mendapatkan dua orang anak, yakni Tjokorda Gde Oka Dogdeg dan Tjokorda Ketut Rai. Sedangkan dari istrinya yang kedua, dia mendapatkan seorang anak. Dari ketiga anak tersebut, Agung Aji Raka menarik garis leluhurnya dari Tjokorda Ketut Rai. Dalam Babad Puri Kauhan Ubud disebutkan,

 

 

                  Ide Tjokorda Ketut Rai maputra asiki, Anak Agung Gde Oka Krebek, maibu saking Satria  sentanan turunan 

Pangeran Kapal. Ide Tjokorda Ketut Rai ngambil pawistri asiki Sayu Ketut Celeduk saking Jero Ngurah. Raris Sayu Putu 

Dedot saking Banjar Kedewatan Bongkasa

nanging makakalih tan maputra.” 

 

Jadi, Tjokorda Ketut Rai memiliki tiga orang istri, yakni putri Satria Pangeran Kapal, Sang Ayu Putu Dedok, dan Sang Ayu Ketut Claduk. Namun hanya istri pertamanya yang memberikan keturunan, Anak Agung Gde Oka Krebek. Dialah ayah dari Agung Aji Raka. Oka Krebek memiliki saudara sepupu yang merupakan anak dari pamannya, Tjokorda Gde Oka Dogdeg dan Anak Agung Ketut Gelgel, Anak Agung Gde Raka Togog, Anak Agung Gde Rai Cetig, dan Anak Agung Ketut Arga.

 

Dalam lontar Puri Kauhan Ubud disebutkan,

 

 

“Ide Tjokorda Oka Dogdeg maputra tetiga, 

lanang Anak Agung Gde Raka Togog, istri Anak Agung Ayu Ngurah Gabruh, mabiyang sayu saking Tumbak Bayuh, watek Kapal Kanginan. Istri Anak Agung Ayu Rai Gebreg 

mabiyang presanghyang saking Sempidi.”

 

Dengan demikian, Ide Tjokorda Oka Dogdeg memiliki dua orang istri. Satunya dari Tumbak Bayuh dan satunya lagi asal Sempidi, kedua berasal dari klan sayu, sang ayu. Istrinya yang dari Tumbak Bayuh melahirkan seorang anak laki, Anak Agung Gde Raka Togog, yang pernah menjabat sebagai punggawa di Kapal. Sedangkan Anak Agung Ketut Gelgel, melalui hasil pernikahannya dengan putri Satria Jumpayah Sukahet, memiliki dua orang anak laki-laki, Anak Agung Gde Rai Cetig dan Anak Agung Ketut Arga. Dia juga mendapatkan dua orang anak perempuan, Anak Agung Ayu Oka Gebrog dan Anak Agung Rai Sampreg.

 

Berdasarkan garis silsilah tersebut di atas, maka jelas terbaca, bahwa Oka Krebek, Gde Raka Togog, Rai Cetig, dan Ketut Arga adalah generasi ketiga keturunan Tjokorda Gde Oka Gelgel di Mengwi. Jika disepakati Oka Krebek lahir tahun 1875 seperti yang dinyatakan oleh Ary Buwana, maka ada tiga generasi di atasnya yang perlu diprediksi tahun kelahirannya yakni Tjokorda Ketut Rai, Tjokorda Gde Rai, dan Tjokorda Gde Oka.

 

Jika pergantian generasi berlangsung rata-rata selama 25 tahun, berarti kedatangan Tjokorda Gde Oka Gelgel terjadi sekitar 75 tahun sebelum kelahiran Oka Krebek, maka itu setara dengan tahun 1760. Angka tahun ini tentu tidak matematis, sehingga bisa bergeser setahun atau dua tahun.  Dan sudah dibuktikan di atas, angka itu sezaman dengan masa pemerintahan Tjokorda Munggu di Mengwi.