Keluarga Ujung Tombak Pelestarian Warisan Budaya
Keluarga dianggap menjadi ujung tombak pelestarian warisan budaya. Demikian dinyatakan Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud, AAGN Ari Dwipayana di Ubud, Selasa, 4 Oktober 2022 kala menerima audiensi Program Studi Sastra Jawa Kuno Universitas Udayana.
Ari yang juga Koordinator Staf Khusus Presiden Republik Indonesia itu mengatakan, gagasan bahwa keluarga sebagai elemen paling penting pelestarian warisan budaya itu pulalah yang melandasi pihaknya untuk menginisiasi kegiatan Sastra Saraswati Sewana melalui Yayasan Puri Kauhan Ubud. “Kami menyadari keluarga menjadi ujung tombak penyelamatan warisan budaya leluhur, lebih-lebih pustaka lontar,” kata Ari.
Yayasan Puri Kauhan Ubud, jelas Ari, mengembangkan konsep pelestarian warisan leluhur dengan gagasan sedemikian rupa secara bertahap. Pada tahap awal, mereka melakukan proses identifikasi dan konservasi lontar-lontar warisan Puri Kauhan Ubud yang telah diwarisi sejak bertahun-tahun lamanya.
Setelah diidentifikasi dan dikonservasi, proses digitalisasi pun dilakukan, sehingga keberadaan naskah yang menjadi warisannya lebih mudah diakses. Pada tahap ketiga, barulah pihaknya melakukan apresiasi dan pengkajian terhadap isi-isi naskah.
“Kajian kami lakukan agar ilmu yang ada bisa disebarluaskan dan dicari saripatinya. Kami kemudian melakukan ajang kreasi sastra sebagai upaya melanjutkan tradisi tulis yang lebih dulu melalui kegiatan ajang kreasi sastra, Sastra Saraswati Sewana 2021 yang telah menghasilkan ratusan karya terbaru, baik sastra klasik maupun Bali baru (modern). Nah, saat ini kami sedang melakukan program aksi dari hasil kajian terhadap warisan budaya itu, yang tahun ini fokus pada ekologi,” jelas Ari.
Sementara itu, Koordinator Program Studi Sastra Jawa Kuno Unud, Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum., pada kesempatan tersebut menerangkan bahwa mayoritas lontar yang terwarisi di Bali menggunakan bahasa Jawa Kuno. Oleh karena itulah pihaknya memandang perlu upaya melestarikan eksistensi bahasa dan sastra Jawa Kuno, termasuk upaya terus-menerus untuk mencetak para pakar di bidang tersebut.
“Secara akademik bahasa ini dikenal sebagai bahasa Jawa Kuno atau old Javanese, namun di masyarakat sering dikenal dengan bahasa Kawi. Bahasa ini spesial, karena digunakan kebanyakan lontar di Bali,” kata dia.