Kisah Kesaktian Kebo Iwa di Goa Garba Desa Pejeng Gianyar, Buat Tangga dengan Batu Besar

Bali tidak bisa lepas dari kisah unik nan mistis yang menyelimuti. Hal ini pun juga terkait dengan situs-situs sejarah dan pura yang ada di sekitarnya Satu diantaranya kaitan antara Goa Garba dengan Pura Pengukur-ukuran di Pejeng, Gianyar, Bali.

Dewa Pekak Mangku, menceritakan sekilas kisah Goa Garba dan sejarah tentang Kebo Iwa. Kisah keterkaitan Goa Garba, Pura Pengukur-ukuran, dan Kebo Iwa. Adalah berkaitan dengan perekrutan Kebo Iwa sebagai kandidat patih kerajaan Bedahulu di Bali.

“Nah Kebo Iwa ini diuji kemampuannya di Pura Pengukur-ukuran dan Goa Garba,” jelasnya kepada Tribun Bali, Kamis 6 Mei 2021. Pengujinya adalah pejabat-pejabat Kerajaan Bedahulu.

Termasuk juga disuruh untuk membuat tangga dari batu-batu besar. Untuk melihat kemampuan dan kesaktian Kebo Iwa saat itu. Setelah dinyatakan lulus uji, diangkatlah Kebo Iwa menjadi maha patih Kerajaan Bedahulu.

Tangga dari batu-batu besar itu, sampai saat ini menjadi saksi bisu sejarah heroik tersebut. Dan menjadi situs penting bagi Bali di wilayah Pejeng.

Sekaligus memperlihatkan seberapa besar kekuatan Kebo Iwa. Yang memang terkenal sangat hebat dan kuat pada zamannya.

“Sebab yang namanya manusia biasa tidak akan mungkin menggendong batu sebesar itu,” ucapnya.

Dan Kebo Iwa yang membuat tangga batu itu di antara Goa Garba dan Pura Pengukur-ukuran tersebut.

Di tepi pura, kata dia, ada beji untuk pasucian sesuhuhan di Pura Pengukur-ukuran tatkala ada karya atau upacara.

Kemudian ada juga yang dipergunakan oleh masyarakat biasa untuk sehari-hari. Namun ada sekatnya.

Baca juga: POPULER BALI: Seorang Keponakan Tersangka Penganiayaan Dua Pamannya | Jejak Kebo Iwa di Bedha

Ada goa di Goa Garba, dan beberapa arca yang ada kaitannya dengan Arca Siwa Guru atau Siwa Bhujangga.

Pemangku ini menjelaskan, apabila ada pamedek yang ingin tangkil ke pura bisa membawa dua pejati. Untuk dihaturkan di sana. Khususnya bagi yang mau melukat.

Sesuai tradisi di Bali selama ini, apabila tangkil ke pura.

Apalagi pertama kali, memang disarankan membawa pejati. Meminta izin kepada para bhatara-bhatari yang ada di sana.

“Di Pura Pengukur-ukuran ada banyak panglukatan, ada empat dan ada kaitannya dengan beji serta mata air yang ada di pura,” sebutnya.

Untuk itu pejati dihaturkan di pura dan di tempat malukat.

“Matur piuning dulu di jeruan kalau mau melukat. Biasanya kalau melukat itu, sehari sebelum Purnama atau sehari sebelum Tilem,” sebutnya.

Ada pula orang yang melukat ketika Kajeng Kliwon.

Bhatara-bhatari yang berstana di Pura Pengukur-ukuran, kata dia, adalah Siwa Budha. Atau biasa disebut oleh masyarakat setempat Siwa Bhujangga atau Siwa Astawa.

Untuk itu, ketika hari raya pemangku sudah bisa dipastikan berada di pura sejak pagi.

Pura ini juga konon ada kaitannya dengan Pura Besakih. Selain kaitan dengan perekrutan patih Kebo Iwa. Sebab ada bukti material dari kedua hal tersebut.

“Kalau diambil dari pembuatan Pura Besakih, karena material untuk pembuatan pura itu ada. Kemudian kalau dikaitkan dengan perekrutan patih Kebo Iwa juga ada,” jelasnya.

Khusus kaitan dengan Kebo Iwa, karena ada peninggalan tapak kaki Kebo Iwa ada di sana. Terletak di salah satu batu besar, yang dikurung terali besi di batu itu. Batu menuju ke areal taman.

Perlu diketahui, bahwa Goa Garba termasuk areal pura. Sehingga bagi pamedek maupun turis yang ingin melihat situs sejarah ini. Harus mentaati aturan-aturan di tempat suci. Serta memakai pakaian dan bertindak yang sopan serta beretika. Tidak masuk saat cuntaka. Sehingga tetap menjaga kesucian dan kesakralan pura.

Koordinator Staf Khusus Presiden, AAGN Ari Dwipayana, juga mendatangi pura ini.

Selain melihat situs sejarah, ia juga memohon banyak hal di pura ini. Salah satunya keselamatan untuk Bali dan Indonesia.

Ari, sapaan akrabnya, sembahyang hingga tengah malam. Merasakan aura suci pura di sana.

Ia kagum dengan situs sejarah yang masih ada dan lestari sampai saat ini. Khususnya di Pura Pengukur-ukuran, yang berada di lembah Sungai Pakerisan ini.

“Pura ini disebutkan dalam Prasasti Ambang Pintu berangka tahun 1194,” sebutnya.

Prasasti ini menyebut seorang Dangacarya bergelar Mapanji Jiwajaya atau Jiwajaya yang bertempat di Dharmma Hanar.

Selain prasasti, juga ditemukan Arca Siwa Guru yang disebut oleh masyarakat Siwa Bhujangga.

“Kemudian di utama mandala pura ada candi yang menghadap ke barat. Lalu di bawahnya ada lingga yoni dan relief yang bergambar Vajra Uter,” sebutnya.

Pria asli Puri Kauhan Ubud ini, juga menyebutkan di bawah pura ada jalan batu cukup terjal menuju Goa Garba. Ada pintu gerbang batu menghadap ke timur.

Di sebelah gerbang ada patirtan dengan air mengalir dalam Jaladwara.

“Nah turun lagi kita ketemu dengan goa-goa dengan tulisan tipe Kediri berbunyi SRA,” imbuhnya. Lalu ada gua pertapaan menghadap ke timur. Dan dari atas ada air terjun yang membasahi depan goa.

“Inilah Pasraman Dang Acarya untuk pembersihan jiwa. Tempat para pertapa, guru loka, guru pengajian, di masa Bali Kuno,” katanya.

Artikel ini telah tayang di Tribun-Bali.com dengan judul Kisah Kesaktian Kebo Iwa di Goa Garba Desa Pejeng Gianyar, Buat Tangga dengan Batu Besar
Penulis: AA Seri Kusniarti
Editor: Wema Satya Dinata