Pandemi Covid-19 Momentum Introspeksi Bali
Pandemi memberikan Bali kesempatan untuk mulat sarira, introspeksi diri, melihat kembali dampak pariwisata massal (Ari Dwipayana)
Pandemi penyakit Covid-19 menjadi momentum bagi Bali untuk mulat sarira, atau introspeksi diri, dalam menata dan menyiapkan pembangunan Bali di masa depan. Bali perlu menyiapkan sektor ekonomi lain sebagai penyeimbang.
Pandemi penyakit akibat virus korona baru (Covid-19) menjadi momentum bagi Bali untuk mulat sarira, atau introspeksi diri, dalam menata dan menyiapkan pembangunan Bali di masa depan. Bali dapat tetap mengandalkan pariwisata sebagai sumber ekonomi namun perlu menyesuaikan model pariwisata agar lebih berkualitas dan membangun sektor ekonomi lain sebagai penyeimbang sektor pariwisata.
Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) Anak Agung Gede Ngurah Ari Dwipayana dalam seminar secara dalam jaringan (webinar) Kagama dengan topik “Menatap Masa Depan Bali Dari Alas Mertajati”, Sabtu (5/12/2020).
Ari Dwipayana, yang juga koordinator staf khusus presiden, menyatakan pandemi Covid-19 memberikan momentum bagi pariwisata Bali agar pengembangan pariwisata di Bali juga memperhatikan isu kesehatan secara luas, termasuk kesehatan lingkungan.
“Pandemi memberikan Bali kesempatan untuk mulat sarira, introspeksi diri, melihat kembali dampak pariwisata massal,” kata Ari Dwipayana dalam webinar Kagama tersebut.
Sebelumnya, Ari Dwipayana menyebutkan ekonomi Bali mengalami kontraksi paling dalam akibat pandemi Covid-19 yang terjadi global. Kebijakan pembatasan (restriksi) perjalan domestik maupun internasional menyebabkan ekonomi Bali, yang sangat mengandalkan pariwisata, mengalami pukulan yang dalam.
Situasi stagnan dan terjadinya pelambatan secara global akibat pandemi Covid-19, menurut Ari Dwipayana, memberi kesempatan bagi semua pihak untuk mengubah rutinitas. Dalam upaya memulihkan ekonomi yang terdampak pandemi Covid-19, ujar Ari, Bali perlu mengoreksi sejumlah kelemahannya, terutama, krisis pariwisata monokultur dan krisis ekologi, serta menyeimbangkan tiga sektor ekonominya, yakni, pariwisata, pertanian, dan ekonomi kreatif.
Kearifan lokal
Nara sumber lainnya dalam webinar Kagama itu, I Wayan Windia mengatakan pembangunan dan pengembangan pariwisata secara intensif di Bali berdampak terhadap kelestarian daya tarik Bali, di antaranya, keberadaan sawah dan subak. Windia, yang juga Ketua Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana, menyatakan, keberadaan subak di Bali sebagai warisan dunia sedang terancam.
“Saat ini, informasinya, UNESCO sudah memberikan sinyal lampu kuning akibat banyak terjadi kerusakan dan tidak dilaksanakannya janji-janji selama delapan tahun ini sejak subak diakui sebagai warisan dunia pada 2012,” kata Windia.
Windia mencontohkan kebijakan pengelolaan kawasan subak Jatiluwih di Kabupaten Tabanan yang dinilai belum menyejahterakan petani di subak setempat. “Pariwisata di Jatiluwih seharusnya pariwisata pendidikan, sebagai edukasi, bukan pariwisata massal yang dapat merusak kelestarian warisan budaya,” ujar Windia.
Sebelumnya, pengamat sosial dan pelestari Alas Mertajati, Kabupaten Buleleng, Jero Putu Ardana menyebutkan masyarakat adat dari empat desa di sekitar Danau Tamblingan dan kawasan hutan Mertajati, atau Catur Desa Adat Dalem Tamblingan, sedang berupaya memeroleh hak pengelolaan hutan di wilayah Danau Tamblingan.
Jero Ardana menyebutkan, masyarakat setempat mengupayakan hutan Alas Mertajati menjadi hutan adat sehingga pelestarian dan pengawasan terhadap hutan dan ekosistemnya lebih konsisten.
Jero Ardana menambahkan, kawasan Danau Tamblingan dan hutan di sekitarnya diakui sebagai kawasan sakral dan dijaga masyarakat adat Catur Desa Dalem Tamblingan, yakni, Desa Gobleg, Desa Munduk, Desa Gesing, dan Desa Umajero, secara turun temurun. Kawasan Danau Tamblingan, menurut Jero Ardana, penting dijaga karena termasuk sumber mata air Bali.
Terkait hal itu, Ari Dwipayana mengatakan, pelestarian lingkungan, termasuk kawasan hutan Alas Mertajati di sekitar Danau Tamblingan, menjadi penting. Menurut Ari Dwipayana, pelindungan dan pengelolaan hutan oleh masyarakat adat juga bertujuan memberi kesejahteraan bagi masyarakat selain hutan menjadi kawasan yang disucikan masyarakat.
Adapun Ketua Umum Kagama Ganjar Pranowo menyatakan pihaknya memberikan apresiasi atas upaya pemeliharaan sumber-sumber kehidupan, termasuk pemeliharaan kawasan hutan Alas Mertajati di Bali. Ganjar mengatakan, kalangan dunia tetap bergerak menyiapkan masa depannya.
Dalam situasi pandemi Covid-19, menurut Ganjar yang juga Gubernur Jawa Tengah itu, pemeliharaan dan pengelolaan sumber-sumber kehidupan secara lestari menjadi isu penting terkait politik pangan.