SAMPRADAYA VAISNAVA (JUGA) MERAYAKAN SIVARATRI
SAṂPRADĀYA VAIṢṆAVA (JUGA) MERAYAKAN ŚIVARĀTRI
Oleh *Sugi Lanus*
_Catatan Harian Sugi Lanus, 1 Januari 2022_
1. *Śivarātri adalah perayaan Hindu yang dirayakan di seluruh dunia*. Maha Śivarātri adalah perayaan Hindu tahunan, penghormatan kepada Dewa Siwa. Festival ini juga dikenal sebagai “Malam Besar Siwa” atau Maha-Śivarātri.
Hanya saja perbedaan tanggal dan pemilihan hari disesuaikan kalender masing-masing etnis Hindu yang membedakannya.
Secara umum, kapan hari perayaan Śivarātri di India? Sekitar bulan Pebruari/Maret menurut kalender masehi, atau bulan Phalguna menurut kalender Hindu India Utara, sementara hari di bulan Magha menurut kalender Hindu India Selatan, masing-masing pada Krishna-Paksha (paruh bulan gelap) dan sebelum kedatangan Musim Panas. Perayaan Maha Śivarātri tahun 2021 jatuh pada Kamis, 11 Maret lalu. Tithi Chaturdashi dimulai pada pukul 14:39 (waktu setempat) tanggal 11 Maret 2021, dan berakhir pada 15:02 (waktu setempat) tanggal 12 Maret 2021. Untuk tahun 2022 jatuh pada pada hari Senin, 28 Februari.
Dalam masyarakat Hindu Tamil punya perhitungan kalender sendiri dalam melangsungkan perayaan ini. Masyarakat Hindu di Bali dan Indonesia merayakan Śivarātri hari ini, 12-13 Januari 2021, dan awal tahun ini 1-2 Januari 2022.
2. Sering menjadi pertanyaan, di kalangan masyarakat Hindu di India: *Kenapa Saṃpradāya Vaiṣṇava — seperti Hare Krishna dan Sai Baba — juga merayakan Śivarātri?* Sementara itu, di Indonesia, tidak banyak yang paham jika Saṃpradāya Vaiṣṇava juga merayakan hari pemuliaan Śiwa terbesar di dunia ini?
— Tayangan youtube Sathya Sai Baba dalam perayaan Shivaratri: https://www.youtube.com/watch?v=P_33Bq_iPf0
— Tayangan youtube ISKCON merayakan Siwaratri: https://www.youtube.com/watch?v=a8_J5g11RC8
*Apa penjelasannya?*
Sebelum menjawab hal ini, sebagai informasi tambahan: *Di Negara Nepal hari Śivarātri atau lebih tepatnya disebut Maha Śivaratri adalah libur nasional*. Kalender merah. Pada perayaan Maha Śivaratri setiap tahunnya selalu hadir lebih dari satu juta umat Hindu akan berziarah ke Kuil Pashupatinath, Situs Warisan Dunia UNESCO, di Katmandu, Nepal, untuk sembahyang, berpesta, dan mandi suci (melukat dalam istilah Bali) di Sungai Bagmati yang sangat disucikan.
Salah satu atraksi utama perayaan di Pashupatinath yang terkenal di dunia adalah kedatangan para sadhu (orang bijak) dari penjuru negara Nepal dan India. Menurut menurut pengelola Kuil Suci Pashupatinath (Pashupati Area Development Trust) sekitar 7.000 orang bijak dari berbagai klan dan sampradaya senantiasa hadir di kuil suci (pura) Pashupatinath setiap tahunnya.
3. Sebelum mencoba memahami kenapa Saṃpradāya Vaiṣṇava juga merayakan Śivarātri, perlu dipahami apa itu Saṃpradāya Vaiṣṇava.
Secara singkat dapat dijelaskan bahwa Saṃpradāya Vaiṣṇava adalah berbagai garis silsilah perguruan yang memuliakan berbagai perwujudan atau manisfestasi Viṣṇu (Wisnu). Sehingga kelompok ini juga disebut sebagai “Wisnuisme”. Silsilah perguruan ini menganggap Wisnu sebagai Yang Mahatinggi, yaitu Mahawisnu. Para pengikutnya disebut Vaiṣṇava (Waisnawa), secara luas atau umum mencakup beberapa sub-bagian lain, seperti “Krishnaisme” dan “Ramaisme”, yang masing-masing menganggap Krishna dan Rama sebagai Yang Mahatinggi.
“Wisnuisme” ini mengenal berbagai Avatāra (Awatara). Konsep Avatāra dalam agama Hindu mempercayain bahwa Tuhan turun dalam penampilan tubuh/materi atau inkarnasi di Bumi — kadang-kadang digunakan untuk merujuk kepada guru atau manusia suci yang dihormati.
Disinilah pangkalnya: *Ketika Viṣṇu turun ke dunia sebagai sosok manusia/berbentuk materi, sebagai Awatara, seperti Rama dan Krishna, keduanya menyembah Śiva (Śiwa).*
Rama menyembah Śiwa dalam kisah Ramayana, baik versi Bhatti atau Walmiki di India, dan versi Kakawin dalam bahasa Kawi (Jawa Kuno) yang beredar secara luas di Nusantara. _*Untuk versi yang beredar di Bali silahkan membaca terjemahan I Gusti Bagus Sugriwa yang mengulas dan menterjemahkan Kakawin Ramayana ke dalam bahasa Bali dan bahasa Indonesia.*_
*Dalam itihasa yang lain, yaitu MAHABHARATA & HARIVANGSA, Krishna menyembah Śiva.*
_— Dewa Krishna ingin mengalahkan Indra dalam pertempuran dan membawa pohon Parijata dari Indra loka ke istananya di Dwarka. Dia menyembah Dewa Siwa di Gunung Mainaka untuk berkah kemenangan._
_— Krishna ingin memiliki seorang putra dengan istri keduanya Jambavati yang akan menyamai keberanian dan kehebatan Pradyumna (putra dengan istri pertamanya Rukmini). Dia memuja Dewa Siwa untuk mencari anugerah seorang putra yang tak terkalahkan seperti Pradyumna._
_— Krishna, dalam kelahiran sebelumnya sebagai Narayana, memuja Siwa karena mencari anugerah supremasi mutlak atas semua makhluk di tiga dunia. Krishna menyembah Siwa selama enam puluh enam ribu tahun surgawi untuk mencari anugerah yang tak terkalahkan._
_— Krishna menyembah Siwa di semua Kalpa seperti yang disebutkan dalam Mahabharata. Ashwatthama bertemu dengan Dewa Siwa ketika dia mencapai perkemahan Pandawa pada malam ke-18 perang Kurukshetra untuk membunuh prajurit Pandawa yang tersisa. Dewa Siwa memberi tahu Aswatthama bahwa Krishna telah memujanya dengan penuh pengabdian dalam semua kalpa (1 kalpa = seribu Yuga) sebelumnya._
Di Nusantara versi kisah HARIVANGSA disurat dalam bentuk kakawin berjudul *Kakawin Hariwangsa* adalah karya puisi liris Jawa Kuno bertembang atau metrum India (kakawin atau kavya ), isinya adalah kisah Krishna, sebagai Awatara dari Wisnu, ketika ia ingin menikahi Dewi Rukminī, dari negeri Kundina , dan putri dari Tuhan Bhishmaka. Rukminī sendiri adalah awatar dari Dewi Śrī. Kakawin Hariwangsa ditulis oleh *Mpu Panuluh*, oleh para pakar Kakawin disebutkan ditulis pada masa *Raja Jayabaya* memerintah di Kediri dari tahun 1135 hingga 1179. *Mpu Panuluh* juga dikenal harum namanya di Bali (di kalangan pesantian dan masyarakat Bali tradisional) sebagai penulis Kakawin Bharatayuddha, bersama Mpu Sedah pada tahun 1157.
4. *Apa alasan sastra-teologis dari Saṃpradāya Vaiṣṇava menyembah Śiva atau Rudra?*
Dalam *Kitab Nārāyaṇīya* (नारायणीय), yang merupakan bait-bait terpilih dari Mahābhārata tentang gelar Tuhan sebagai Nārāyaṇa yang dimuliakan, dijelaskan Nārāyaṇa sebagai guru tertinggi dan jiwa alam semesta. Di dalamnya termuat bait-bait terpilih dari Mahābhārata yang berisi alasan teologis kenapa Krishna menyembah Śiva atau Rudra.
Tuhan telah membenarkan kenyataan bahwa dalam reinkarnasinya Ia menyembah Rudra. Tuhan berbicara dalam Narayaniya kepada Arjuna sebagai berikut:
*_“O Arjuna, Aku adalah jiwa alam semesta. Pemujaanku pada Rudra adalah penyembahan terhadap diriku sendiri. Apa pun yang saya lakukan, orang biasa mengikuti. Contoh-contoh yang ditetapkan oleh-Ku harus diikuti. Itu sebabnya saya memuja Rudra. Wisnu tidak tidak memberikan penghormatan kepada dewa manapun. Aku memuja Rudra, menganggapnya sebagai diri-Ku sendiri. Aku adalah jiwa utama yang mendiami seluruh alam semesta. Rudra adalah bagian saya sendiri, seperti batang besi panas tidak berbeda dengan api. Saya telah menetapkan standar bahwa para dewa yang dipimpin oleh Rudra harus disembah. Jika saya tidak memberikan contoh menyembah Rudra maka orang tidak akan mengikuti standar itu. Oleh karena itu Aku mengajarkan penyembahan kepada hamba-hamba-Ku melalui perilaku pribadi-Ku. Tidak ada satu lebih besar dari atau sama dengan-Ku. Karena itu, karena saya yang terbesar, saya tidak menyembah siapa pun. Tetapi karena Rudra adalah bagian-Ku, saya menunjukkan contoh menyembah Rudra dan dewa-dewa lainnya untuk diajarkan kepada orang-orang biasa.”_*
Bagian disebutkan — berdasar kajian para ahli Sanskrit— sumbernya adalah Mahābhārata 12.328.1-53.
*Dalam teologi Waisnawa dianut Mahavishnu (disebut juga sebagai Hari atau Nārāyaṇa) adalah dewa utama dalam Waisnawa. Mahavishnu dikenal sebagai pelindung dan pemelihara mutlak alam semesta. Manusia bisa tidak akan memahaminya, tidak memiliki atribut atau sifat dan nama, tetapi istilah Mahavishnu ini sebagai sebutan yang sesunggunya berada di luar pemahaman manusia dan tidak terjangkau oleh semua atribut.*
Dalam saṃpradāya Gauḍīya Vaishnavisme, disebutkan bahwa Sātvata-tantra menggambarkan tiga bentuk/aspek: Mahavishnu (Kāraṇārṇavaśāyī Viṣṇu), Garbhodakaśāyī Viṣṇu dan Kṣīrodakaśāyī Wisnu yang berbeda . Istilah Mahavishnu mengacu pada kebenaran Absolut Brahman (aspek tak terlihat impersonal), dan sebagai Paramatma (aspek di luar pemahaman jiwa manusia) dan terakhir sebagai Sarvatma (menjelma untuk membawa kesempurnaan).
Pusat bhakti (puja dan pengabdian penuh kasih) ditujukan ke Sarvatman (Avatara Krishna atau Rama atau inkarnasi Wisnu, Narayana) yang turun ke dunia membawa kedamaian dan kesempurnaan makhluk hidup.
Penjelasan paham Waisnawa menjelaskan bahwa dengan memalui jalan bhakti melebihi jalan yoga, yang ditujukan kepada Roh Yang Utama, Paramatman. Mahavishnu adalah Roh Yang Utama dari semua makhluk hidup (jivaatma) di semua alam semesta material. Kāraņodaksayi Wisnu dipahami sebagai Sankarsana (bentuk) dari Catur-vyuha Nārāyaņa. Ini juga sering digunakan secara bergantian dengan Wisnu untuk menunjukkan penghormatan, karena awalan “Mahā”-Wisnu menunjukkan kebesaran dan luasnya Nārāyaņa.
*Jadi semua Dewa termasuk bentuk Purusha seperti Śiva atau Rudra, Brahma, dianggap sebagai Viśvarūpa.*
5. *Kenapa konsep Viśvarūpa yang dianut paham Waisnawa penting dipahami?*
Viśvarūpa (terdiri dari Visva dan rūpa) adalah “perwujudan universal-bentuk” dari Wisnu atau awatara Krishna. Mengacu pada bentuk maha-mengetahui yang meliputi seluruh alam semesta.
Viśvarūpa ada dalam nama Trisira(h), dewa pencipta Veda yang memberikan bentuk kepada semua makhluk. Para ahli Veda menemukan istilah ini dalam dalam Rig Veda, sebagai ekspansi ketuhanan yang digambarkan menghasilkan banyak bentuk dan mengandung beberapa perwujudan. Viśvarūp, dalam kajian Veda, telah ditemukan sebagai gelar yang digunakan untuk dewa lain seperti Soma (Rig Veda), Prajapati (Atharva Veda), Rudra( Upanishad ) dan Brahman abstrak ( Maitrayaniya Upanishad ), serta Atharva Veda menggunakan kata dengan berbagai konotasi.
6. *Dalam sejarah keagamaan dalam periode Kerajaan Śiwa-Buddha di Jawa, Sumatra, Bali dan bagian kepuluan Nusantara lainnya, kerumitan yang ditimbulkan oleh konsep pemujaan yang berbasis konsepsi Viśvarūpa ini telah diselesaikan atau “didamaikan” dengan konsepsi TRI MURTI.*
Kerumitan sekte atau aliran, yang terbelah-belah dan banyak membingungkan umat awam tersebut, telah diselesaikan di CANDI PRAMBANAN.
*Trimurti* yang tercermin dalam percandian Prambanan (Parabrahman?) di periode kerajaan Śiwa-Buddha di Jawa Bagian Tengah, adalah monumen terbesar konsep yang menyatakan bahwa Tuhan memiliki tiga aspek, yang hanya berbeda bentuk dari satu Tuhan yang sama. Tiga aspek Tuhan, atau *Parabrahman* atau persona Tuhan adalah sebagai Brahma (Sumber/Pencipta), Wisnu (Pemelihara/Penghuni-kehidupan) dan Siwa (Transformator/Pelebur/Pendaur-ulang).
Di percandian yang dalam prasasti disebut sebagai Śiwagraha ini relief *BHAGAVATA PURANA* ditatah dengan indah. Relief-relief naratif yang menceritakan kisah epos Hindu Ramayana dan Bhagavata Purana dipahat di sepanjang dinding bagian dalam pada galeri di sekitar tiga candi utama.
Kita bisa meyaksikan bagaimana narasi Rama dan Krishna berjejer menjadi narasi terbaca dibaca dari kiri ke kanan — secara *pradaksina*. Kisah Ramayana dimulai dari koridor candi Siwa dan berlanjut ke candi Brahma. Pada koridor candi Wisnu ada serangkaian panel relief yang menggambarkan kisah-kisah Dewa Kresna dari Bhagavata Purana.
Sekat-sekat dan kerumitan sekte dan atau kelompok berbagai aliran di candi telah “diselesaikan” atau “didamaikan”. Semua dapat tempat. Semua adalah satu. Sebagai perwujudan yang direka dari “perwujudan yang tiada terbayangkan *Parambrahma*”. Apa yang transcendental dimanifestasikan secara estetik immanental dalam seni ukir yang adiluhung.
Candi ini disebutkan dibangun sekitar 850 Masehi oleh Rakai Pikatan, dan diperluas secara luas oleh Raja Lokapala dan Balitung Maha Sambu dari Dinasti Sanjaya dari Kerajaan Mataram ini. *Artinya, solusi kerumitan sekat-sekte atau aliran serta kelompok telah “diwadahi” di bawah satu payung TRI MURTI di abad ke-9 lampau.*