Yayasan Puri Kauhan Ubud Launching 3 Buku: Air Sumber Kehidupan dan Penyembuh Peradaban

Yayasan Puri Kauhan Ubud secara resmi meluncurkan buku dan film pendek Sastra Saraswati Sewana. Peluncuran buku dan launching film yang mengambil tema ‘Air Sumber Kehidupan dan Penyembuh Peradaban’ itu, digelar di Djakarta Theater, Jumat (17/2/2023).

Acara peluncuran dihadiri berbagai kalangan seperti; Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno; Koordinator Staf Khusus Presiden Ari G. Dwipayana; Staf Khusus Presiden Sukardi Rinakit; Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Teten Masduki; Dirut Poskota Group Azisoko Harmoko; Sutradara dan Penulis Skenario Garin Nugroho; hingga Aktor Reza Rahadian.

Hal yang paling menarik dari ketiga buku ini adalah saling berkaitan satu sama lain, karena berkutat pada tema yang sama, yakni air sebagai sumber kehidupan. Ketiga buku tersebut menuliskan banyak sekali catatan sejarah, kisah budaya, serta sastra Bali yang dikemas menarik.

Buku pertama yang dirilis berjudul ‘Nyapuh Tirah Lampuhan’. Ini adalah buku yang menggambarkan jejak peninggalan masa lalu di DAS Oos.

Buku kedua, yakni ‘Toya Uriping Bhuwana Usadhaning Sangaskara’, yang berfokus pada catatan tentang air sebagai sumber kehidupan bagi masyarakat Bali.

Dan buku ketiga, berjudul ‘Jaladhi Smreti’, menceritakan soal pelabuhan kuno di Bali dan perannya bagi masyarakat ketika itu.

Pengalaman Panjang Masyarakat Bali Lestarikan Alam

Mensesneg Pratikno dalam sambutannya mengatakan, dirinya sangat terkesima dengan tiga buku karya Yayasan Puri Kauhan Ubud. Salah satu buku, kata dia, mendokumentasikan pelestarian alam dan pengelolaan air.

“Masyarakat Bali sejak dulu telah punya pengalaman panjang untuk melestarikan alam di sepanjang aliran sungai, untuk mencegah bencana, jaga ketahanan pangan, dan juga mensejahterakan masyarakat di sekitar,” katanya.

Salah satu buku lainnya juga dimaknai menarik oleh Pratikno, karena memuat keberadaan pelabuhan kuno di Bali. Ini menunjukkan pelabuhan tersebut telah menjadi pintu gerbang arus barang dan orang pada era masyarakat Bali kuno.

Hal ini sekaligus mengingatkan masyarakat pada kejayaan Bali pesisir, kekuatan budaya, serta kemaritiman Bali.

“Buku ketiga juga sangat relevan, karena menggarisbawahi pentingnya air sebagai sumber kehidupan dan penumbuh keberadaban. Karena melalui buku ini, kita semua bisa belajar dari masyarakat Bali bagaimana memaknai, memuliakan, merawat air, beserta lingkungannya sebagai sumber kehidupan,” kata dia.

Ketiga buku tersebut sejatinya diharap bisa menginspirasi banyak pihak untuk menemukan solusi-solusi atas berbagai permasalahan, seperti degradasi air dan degradasi lingkungan hidup.

“Dalam konteks kekinian indonesia, buku-buku ini sangat relevan dengan segala hal yang digelisahkan dunia saat ini, yakni tentang air.”

Melewati Riset Panjang

Sementara itu, Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud, Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana mengatakan, pihaknya telah melalui proses panjang sebelum merilis ketiga buku tersebut.

Perilisan buku, ditegaskannya hanya sebagian kecil dari kegiatan yayasan untuk melahirkan gerakan mengeksplorasi soal air sebagai sumber kehidupan, dan penyembuh peradaban.

Bukan cuma sekadar merilis buku, mereka juga turut menginisiasi gerakan untuk merawat lingkungan lewat aksi dari hulu, tengah, dan hilir.

“Buku yang kami launching hari ini adalah bagian kecil dari kegiatan kami. Jadi banyak sekali riset-riset yang kami lakukan untuk melakukan konsolidasi, memperkuat pemikiran dan diikuti dengan aksi,” katanya.

Diskusi yang digelar dalam hal riset, melibatkan banyak pihak, mulai dari pelaku seni, arkeolog, antropologi dan berbagai lakon dari banyak disiplin keilmuwan.

“Kemudian aksi di hulu, kami juga melakukan penanaman pohon. Ada 25 ribu pohon ditanam di Gunung Batur dan di desa-desa sekitarnya. Kami juga membersihkan sumber-sumber mata air, ujicoba pengolahan sampah di hulu, dan kampanye penyelamatan Danau Batur.”

Ari mengibaratkan, sekali mendayung ada tiga pulau terlampaui. Dan dia berharap ada gerakan konservasi alam, dengan pendekatan konservasi budaya yang bisa berimbas pada masa depan ekonomi lebih baik lewat pendekatan ketiga buku tersebut.

Artinya, ketiga hal itulah yang sejauh ini coba digunakan oleh yayasannya secara simultan untuk memberi manfaat bagi alam dengan pendekatan budaya.

Reporter: Rendra Saputra

Editor: Rendra Saputra